Jumat, 30 April 2010

Harap-Harap Cemas

Di negeri ini, ada beda tipis antara takut dan waspada. Tak ada standarisasi, kapan seharusnya waspada lebih dikedepankan ketimbang rasa takut. Dan akhirnya kita selalu melihat komedi hitam dalam pelaksanaan sepakbola Indonesia.

Persib Bandung versus Persija Jakarta di Bandung digelar tanpa penonton, dan pemain Persija diangkut dalam kendaraan taktis ke stadion. Persija Jakarta beberapa kali gagal memeroleh izin menggelar pertandingan dari aparat keamanan. Terakhir klub berjuluk Macan Kemayoran ini harus kalah 0-3 dari Persiwa tanpa harus bertanding, karena tiada izin.

Pertandingan Persik Kediri versus Arema Malang dipindahkan ke Lamongan, dengan alasan trauma terhadap aksi kerusuhan Aremania di Kediri tahun 2008. Terakhir, Persik terancam kalah WO, karena panitia pelaksana gagal menggelar pertandingan melawan Persebaya. Lagi-lagi, aparat keamanan menjadikan potensi kerusuhan pendukung sepakbola sebagai alasan.

Kita tentu tidak tahu apakah pengosongan stadion, pelarangan pertandingan, atau pemindahan tempat laga didasarkan informasi intelijen atau sekadar kekhawatiran yang berlebihan dari aparat keamanan. Namun itu tentu memprihatinkan kita, karena kita tidak pernah mendapatkan penjelasan memuaskan: kenapa seolah ada standar kemampuan pengamanan yang berbeda di setiap daerah.

Kita memahami, potensi kerusuhan yang dipicu oleh pertandingan sepakbola di Indonesia masih sangat besar. Boleh dibilang hampir semua daerah yang memiliki klub sepakbola yang bermain di liga Indonesia, terutama yang raksasa, pernah dibikin repot. Namun, sulit dipahami, jika itu kemudian selalu dijadikan alasan untuk menggelar sebuah pertandingan sepakbola di suatu daerah, sementara di daerah lain, alasan itu justru tak selamanya menjadi penghalang.

Aparat keamanan di Kediri dua kali menggunakan dalih penonton sebagai alasan pelarangan pertandingan sepakbola. Semoga saja ini bukan alasan untuk menutupi ketidakmampuan. Di Surabaya, yang dikenal sebagai basis Bonek, pendukung Persebaya yang memiliki reputasi buruk, panpel Persebaya tidak mendapat rintangan berarti. Bahkan saat partai besar dan berpotensi rusuh seperti saat melawan Arema Malang. Aparat kepolisian masih memberikan kepercayaan kepada panpel Persebaya, kendati tahun 2006, Gelora Tambaksari pernah hancur pasca pertandingan Persebaya melawan Arema dalam Piala Liga Indonesia. Aparat keamanan di Malang pun juga sigap dan siap mengamankan pertandingan Arema melawan Persebaya.

Saya tidak tahu, tapi mungkin itulah yang menunjukkan betapa tipisnya beda antara kekhawatiran dan kewaspadaan. Aparat kepolisian mengizinkan Persebaya menggelar laga kandang, namun dengan memancang sekian kewaspadaan. Konsekuensinya: jumlah aparat keamanan diturunkan dalam jumlah besar, di atas seribu personil dalam mengamankan sudut-sudut kota.

Namun, kewaspadaan juga tak perlu sampai terlalu, karena hal ini juga bisa jadi merupakan manifestasi ketakutan. Apa yang terjadi di Jawa Tengah, saat polisi mengamankan dua pemain Gresik United versus Persis Solo dan membawa persoalan ke meja hukum pidana, juga berlebihan. Atau saat aparat kepolisian secara tiba-tiba menghamburkan gas air mata ke arah penonton, dalam pertandingan PSIM Jogjakarta melawan PSS Sleman beberapa waktu lalu, kendati sebenarnya tak ada kericuhan berarti.

Tak adil juga jika selamanya menjadikan pendukung klub sepakbola sebagai kambing hitam pelarangan sebuah pertandingan. Menjadi pendukung dan penonton sepakbola bukanlah barang haram di negeri ini. Seseorang berpakaian dan beratribut suporter sama derajatnya dengan seseorang yang berpakaian tentara, polisi, atau pegawai negeri. Seragam hanyalah pembeda identitas, bukan menjadi pembeda perlakuan atau alasan melakukan diskriminasi.

Apa yang membedakan adalah perbuatan mereka semua di mata hukum. Jika memang ada pendukung sebuah kesebelasan melakukan kerusuhan atau pelanggaran hukum, maka perlakukan sebagaimana hukum tertulis. Tangkap dan adili, penjarakan jika bersalah. Sama seperti halnya jika ada aparat negara atau aparat keamanan melakukan pelanggaran hukum.

Setiap pengamanan hendaknya tidak didasarkan stigmatisasi maupun asumsi, bahwa sebuah pertandingan akan berakhir rusuh. Kerusuhan bukanlah milik eksklusif penonton sepakbola. Apalagi ternyata tak semua pertandingan berakhir rusuh, sekalipun sebuah kesebelasan kalah. Beberapa kali kekalahan Persebaya di kandang sendiri tidak diikuti kerusuhan.

Di negeri ini, kerumunan massa selalu berpotensi rusuh. Nonton dangdut, aksi demonstrasi, bahkan konvoi massa partai saat kampanye politik. Tapi tentu saja tidak kemudian potensi rusuh itu membuat kita kembali ke masa rezim fasisi, yang melarang sebuah pertunjukan musik dangdut atau aksi demonstrasi, bukan? Justru di situlah fungsi aparat kepolisian sesungguhnya untuk memberikan pengamanan diuji. Profesionalisme petugas kepolisian ditantang.

Mungkin kita perlu belajar dari aparat kepolisian di Inggris atau Italia. Tak ada pertandingan liga yang dilarang di sana. Namun, aparat kepolisian bertindak keras dan tegas terhadap setiap perusuh dan pelaku kerusuhan. Tak ada suporter terbaik maupun terburuk di Italia, karena semua suporter dan kerumunan massa (sebagaimana diktum sosiologis) berpotensi melakukan kerusuhan. Dan untuk itu, polisi melakukan tindakan antisipasi dan represi sebagai bagian dari kewaspadaan dan upaya melindungi publik.

Bagi PSSI, sekian pelarangan pertandingan haruslah menjadi bahan evaluasi dan introspeksi. Liga sepakbola saat ini bolehlah disebut Liga Super Indonesia. Namun kata 'super' tidak menunjukkan kualitas yang lebih baik daripada saat liga ini masih bernama Liga Divisi Utama. Bahkan, boleh dibilang, inilah penyelenggaraan liga terburuk dengan banyaknya pertandingan tanpa penonton, pertandingan pindah tempat, dan sulitnya klub memeroleh izin dari aparat keamanan. Belum lagi kesebelasan yang harus terusir dari kandangnya karena belum siap menggelar pertandingan di kandang sendiri seperti Persipura. Semua merugikan klub sebagai pemilik utama Liga Indonesia.

PSSI sudah saatnya tak hanya membidik klub dengan sanksi, tapi juga penghargaan yang memanusiakan. Masalah suporter adalah masalah bersama, bukan hanya masalah klub. Jika mengacu dari negara-negara yang bermasalah dengan suporter seperti Inggris dan Italia, klub menjadi penanggungjawab penuh sebuah pertandingan jika kerusuhan terjadi di dalam stadion. Namun, jika di luar stadion, itu menjadi wilayah aparat keamanan. Pembinaan suporter haruslah dilakukan bersama-sama pemerintah, termasuk dalam memberikan tindakan tegas terhadap oknum suporter yang melakukan tindakan kriminal. Saatnya, para elite politik turun tangan, sebagaimana halnya Margareth Thatcher, perdana menteri Inggris, yang memimpin langsung kampanye gerakan melawan kerusuhan sepakbola. Agar kita tak selamanya harap-harap cemas. 
[wir]

oleh: Oryza A. Wirawan
beritajatim.com

Senin, 19 April 2010

Persebaya, Puaskan Aku Sayang

kami lah pendukungmu..
yang slalu menemanimu..
yang ada dimanapun kau bertanding..
baik kandang ataupun tandang..


ku jual baju celanaku..
hanya untuk menyemangatimu..
sekolah, pekerjaan kami tinggalkan..
hanya untuk melihatmu menang..


ribuan kilo kami tempuh..
tak peduli meski raga ini rapuh..
jangankan hujan air..
hujan batu pun kami tak peduli..


seribu janji ku ucap..
seribu bukti kuberi..
waktu, harta, darah, bahkan nyawa..
kami rela mengorbankannya..


meski banyak yang mencaci..
meski kami dibenci..
kami tak peduli..
itulah cara kami..


karna kami bonek..
kami bukan brengsek..
karna kami bondo nekat..
bukan berarti kami penjahat..


apapun kata orang di luar sana..
siapapun nama kami di dunia..
itu semua karna media..
yang mengambil uang semata..


hanya satu yang kami inginkan..
sebuah kemenangan..
menang, menang, dan menang..
persebaya, puaskan aku sayang..

Jumat, 16 April 2010

Kalkulasi Peluang Persebaya Bertahan di ISL tanpa Playoff

Saya memang sering menulis ulasan tentang sebuah pertandingan, sebuah tim, ataupun sebuah kisah di balik layar tentang suatu kejadian yang kebanyakan berbau sport. Tetapi, jujur, baru kali ini saya menulis tentang kalkulasi. Bukan kalkulasi juara, tetapi kalkulasi tentang siapa yang lolos dari lubang jarum (baca : degradasi) ISL musim ini. Kalau kalkulasi juara sih , saya sudah lumayan sering menulisnya.

Memang membuat sebuah kalkulasi tidak semudah menghitung peluang satu tim -- lalu mengambil kesimpulan. Lebih dari itu. Membuat sebuah kalkulasi, harus disertai ketelitian, pikiran yang jernih, dan juga kesabaran, selain tentunya kepintaran. Hehehe. Tapi, dengan kalkulasi inilah kita akan bisa menggambarkan bagaimana peluang dari tim-tim yang berjuang menghindari degradasi seperti Persik, Persebaya, Bontang FC, dan juga Persisam Samarinda. Namun karena kalkulasi di tubuh Persebaya yang notabene paling seru dan dramatis, maka tidak salah kalau saya memilih Persebaya buat ngitung peluangnya bertahan di ISL.

Setelah memenangkan pertandingan home terakhir di ISL musim ini melawan Persitara Jakarta Utara dengan skor 3-2, praktis Persebaya menggusur posisi Persik Kediri di peringkat ke 13 ISL dengan poin 36 dari 29 pertandingan. Ini berarti untuk sementara Persebaya termasuk tim yang "agak" aman.

Eits, tapi tunggu dulu. Ini dia masalahnya. Setelah ini, Persebaya harus melakoni 5 kali partai away berturut-turut. Dan yang dihadapi pun lawan-lawan yang super berat. Sebut saja sesama pejuang menghindari zona merah, Persik Kediri, Bontang FC, dan Persisam Samarinda. Serta dua lawan lainnya yang hampir tidak mungkin ditaklukkan di kandangnya, Persipura dan Persiwa. Dan satu lagi, untuk dapat bertengger di posisi paling aman di ISL agar tidak terkena degradasi, maka Persebaya setidak-tidaknya harus mengumpulkan paling sedikit 4 sampai 5 poin di kelima laga away tersebut.

Artinya, Persebaya diharapkan 
finish di peringkat 12-14 klasemen akhir dengan poin minimal 40.

Bukan tugas yang gampang, memang. Terlebih, laga-laga awaynya dilangsungkan di tempat yang setidaknya hampir tidak mungkin ada peluang untuk menang. Saat ini, praktis pesaing Persebaya hanya tiga : Persik Kediri, Persisam Samarinda, dan Bontang FC. Jika dilihat dari laga setelah tulisan ini dibuat, Bontang FC terlihat lebih berpeluang untuk lolos dari degradasi maupun play-off. Dengan menyisakan 6 pertandingan, poin 32 bagi Bontang FC saya rasa sedikit lebih baik daripada Persebaya. Apalagi Bontang FC masih memiliki 3 partai home lagi.

Target menang memang harus dipatok oleh manajemen Persebaya ketika melawat ke Kediri, Bontang, dan Samarinda karena saya berpikir, kalau target menang di Jayapura dan Wamena kayaknya 90% 
nggak mungkin deh. Semua juga sudah tahu kalau Persipura dan Persiwa adalah dua tim yang sangat sulit sekali ditaklukkan di kandangnya. Biar bagaimanapun, Persebaya harus mengoleksi setidak-tidaknya 4-5 poin kalau masih mau ikut ISL tanpa play-off.

Setelah pertandingan melawan Persitara kemarin (14/4) , saya rasa peluang Persebaya terdegradasi ke divisi utama musim depan sangat tipis. Benar saja , jika dilihat dari klasemen sementara, sudah ada 2 tim yang hampir bisa dipastikan degradasi, yaitu Pelita Jaya dan Persitara. Khusus Persitara, hanya keajaibanlah yang mengantar tim itu untuk tidak degradasi, walaupun lewat jalan play-off. Namun, bagi saya itu sangat sulit terlaksana lantaran Persitara menyisakan 5 pertandingan lagi. Jika Persitara saat ini poinnya 21 dan pada 5 pertandingan terakhirnya Persitara selalu menang, maka Persitara hanya memiliki poin akhir 36, itupun masih dibawah Persebaya -- kalau Persebaya kalah terus dalam 5 partai away -- , dan Persitara hanya bisa berharap Persik dan Persisam kalah terus dalam 4-5 pertandingan terakhirnya. Dan itu saya rasa hampir tidak mungkin.

Nah, kembali ke Persebaya. Kalau toh nantinya Persebaya benar-benar kalahan, maksudnya kalah dalam seluruh partai away itu, Persebaya masih punya poin absolut 36. Dengan poin 36 dan goal-average yang besar, saya rasa kemungkinan terburuknya Persebaya bakal berada di peringkat 15, alias Persebaya harus melewati fase play-off untuk kedua kalinya.

Masih ada harapan, kalau Persebaya kalah terus-menerus dalam 5 partai terakhirnya,
Persebaya masih dapat bertahan di ISL alias tidak melalui play-off asalkan Persik Kediri, Bontang FC, dan Persisam tidak selalu menang dalam pertandingan terakhirnya.Catatan lain : Bontang FC dan Persik Kediri minimal hanya mengoleksi 3 kemenangan dari 4-5 laga terakhirnya. Sederhana, namun mempunyai banyak kemungkinan. Segalanya masih bisa terjadi. Dan ini menjadi sangat mungkin mengingat tidak konsistennya Persik Kediri dan Persisam Samarinda akhir-akhir ini.

Saya rasa, Persebaya masih layak berjuang di ISL tanpa degradasi, tanpa play-off... 
[vec]



oleh : Vecga Septyanz

Kamis, 15 April 2010

Dapet Tag Nieh

Beberapa hari lalu saat jalan-jalan, ternyata saya mendapat tag dari kawan theminds,dan kali ini saya akan mengerjakan PR dari sobat theminds tersebut. Tag ini berisi beberapa pertanyaan, berikut adalah pertanyaan dan jawabannya:

Apakah nama profile blog-mu? Apa artinya?
  • irul-green, artinya ya namaku yang suka warna hijau
Apakah nama blog-mu, apa artinya dan mengapa dinamakan seperti itu?
  • cuma blog biasa, ya karena ini memang cuma blog biasa. dan ini adalah blog saya, jadi suka-suka aku donk aku namain apa?hehehe
Sejak kapan mulai tertarik untuk membuat karya tulisan?
  • sejak kelas 1 SMA
Apa motifasimu membuat blog ini?
  • sebagai tempat mencari sahabat, saling berbagi ilmu dan mencari kesenangan
Siapa yang menginspirasimu untuk membuat blog?
  • banyak banget nieh
Siapa(-siapa) teman bloger yang mengajari dan membantumu membuat blog? (say something for apreciation)
  • tuexx dan kawan-kawan blogger lainnya
Sekarang sudah punya berapa blog? Apa aja?
Pertanyaan-pertanyaan di atas dihibahkaan kepada beberapa teman ?
  • 5 komentar pertama

Kamis, 08 April 2010

Bonek, Keturunan Para Pahlawan


Lagi lagi aku ingin membahas uneg-uneg  yang ada di hati ku tentang Bonek. Ga tau kenapa nih aku suka banget ngebahas Bonek. Topik apapun yang dibicarakan selalu saja ujung-ujungnya nyasar ke Bonek. Semoga saja yang baca blog ini ga bosen.

Seperti yang diketahui banyak orang, Bonek adalah sekumpulan pendukung Persebaya yang identik dengan warna hijau dan di cap sebagai perusuh. Ya, perusuh. Tapi apaun nama kami di luar sana kami tak peduli. Karena itu semua hanyalah akal-akalan media massa yang memanfaatkan nama Bonek hanya untuk uang. Seperti tulisan yang pernah aku buat bonek tidak munafik, media jangan lebay!!

Terlepas dari adanya aksi anarki yang dilakukan sebagian orang yang mengatasnamakan Bonek, sebagai  frasa, Bonek adalah bagian dari sub budaya. Sedikit mengingat tragedi solo, waktu itu rombongan Bonek yang pulang dari bandung dilempari batu, bom molotof,dll oleh warga dan suporter solo. Setelah kejadian itu, banyak pihak yang menuntut Bonek segera dibubarkan. Loh, disini Bonek sebagai korban, tapi kenapa setiap ada kerusuhan selalu saja media massa menjadikan Bonek seolah-olah sebagai tersangka??

hahaha..Melihat banyaknya tuntutan untuk membubarkan Bonek aku hanya bisa tertawa. Kenapa aku tertawa?? Bonek bukanlah sebuah organisasi, bonek juga bukan objek, benda atau sesuatu yang tereksistensikan dalam bentuk yang liat dan kasat mata. Bonek tidak akan dan tidak bisa bisa dibubarkan, karena Bonek sudah menjadi adjektif (kata sifat), bonek sudah menjadi frasa dalam kesadaran berbahasa kita.  Aku disini berani menjamin, sekalipun Persebaya sudah tidak ada (amit-amit jangan sampai), namun Bonek tetap ada dan tidak akan pernah mati, karena sudah menjadi kultur itu tadi. 

Dan tadi pagi aku kembali mendengar sebuah pernyataan bodoh. Pernyataan itu keluar dari mulut panpel Persik Kediri. Beliau mengatakan "Bonek dilarang datang ke Kediri saat Persik vs Persebaya 29 april mendatang". hahaha..lagi-lagi aku tertawa. Saya jelaskan disini tidak ada yang bisa melarang Bonek untuk mendukung Persebaya, termasuk Panpel dan PSSI. Ini sudah terbukti berkali-kali. Saya yakin Stadion Brawijaya tidak akan cukup menampung suporter. Kalau saran dari aku sih mendingan Pertandingan dipindah ke Madiun aja mengingat kapasitas Stadion Brawijawa Kediri yang sangat kecil.

Persebaya dan Bonek adalah dua intensitas yang berbeda. Persebaya adalah sebuah klub sepakbola yang memiliki pendukung bernama Bonek. Tapi Bonek belum tentu pendukung Persebaya.

Kembali lagi ke Bonek sebagai suporter Persebaya. Banyak orang yang bertanya-tanya, sebanarnya Bonek ini cinta Persebaya atau ga sih? Kalau cinta kenapa bikin rusuh yang justru merugikan Persebaya, dan kalau tidak cinta kenapa rela mengorbankan harta, waktu, darah, bahkan nyawa hanya untuk sepakbola?

Saya rasa kalau kerusuhan bukan hanya bonek yang melakukannya, semua suporter di negeri ini pernah melakukan kerusuhan, bahkan yang lebih parah dari Bonek, namun media tidak menyorotinya. Mungkin karena suporter lain bukan artis kayak bonek kali ya??hehe..

Slogan Bonek tidak kemana-mana tapi ada dimana-mana memang bukan isapan jempol belaka. Tidak seperti slogan aremania tidak kemana-mana tapi ada dimana-mana. Memang benar ada aremania batavia, aremania borneo dan lain-lain. Namun semua itu hanyalah orang malang yang merantau ke luar daerah dan membentuk sendiri kumpulan aremania di tempat yang didatanginya. Tidak ada dengan sendirinya. Berbeda dengan Bonek. Ada Bonek Jogja, Bonek Nganjuk, Bonek Jombang, Bonek Kediri, dll. Meraka semua adalah warga asli yang berdomisili di wilayah masing-masing.

Sikap Bonek  yang memegang prinsip “ lebih baik mati di medan perang dari pada harga diri terinjak-injak” itu sudah ada sejak jaman penjajahan dulu. Itu yang menjelaskan kenapa sekalipun prestasi Persebaya jeblok, jumlah Bonek bukannya berkurang, tapi malah bertambah. Itu yang menjelaskan kenapa berani pergi ke jakarta dengan hanya membawa bekal seribu rupiah.

Memang benar kata orang, Indonesia tidak akan merdeka kalau tidak ada (sikap) Bonek. Sikap yang ketika orang diharuskan bertahan, maka keberanian itulah yang muncul. Semua suporter di indonesia ini menamai dirinya sendiri. Tak ada yang dinamai media. Cuma Bonek yang dinamai media dan menjadi bagian dari kesadaran berbahasa dan berbudaya. 

Jadi disini bisa disimpulkan Bonek adalah spirit yang membuat kita tetap hidup, bukan hanya sebuah nama.

Rabu, 07 April 2010

Gelora Bung Tomo

Wah,dah lama aku ga membuka dan membuat tulisan di blog ini. Jadi kangen deh sama blog ini. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada kawan-kawan yang sudah menyempatkan waktunya mengunjungi blog ini. Saya juga meminta maaf karena belum sempat kunjungan balik, hal ini disebabkan karena kesibukan saya di dunia nyata, tapi pasti saya kunjungi blog kawan-kawan.


Nah, kali ini aku akan membahas tentang Gelora Bung Tomo. Beberapa hari lalu aku kedatangan kawan dari Bandung. Sampai hari ini teman saya itu juga masih berada di tempatku. Kemarin, aku mengajak temanku jalan-jalan ke Gelora Bung Tomo. Stadion yang berada di kawasan komplek Surabaya Sport Center itu masih dalam tahap pembangunan dan sudah 80% rampung. Proyek ini memakan dana Rp 440,2 miliar.




Berlokasi di kawasan Benowo, Surabaya Barat, kompleks Surabaya Sport Center  terdiri atas sebuah stadion utama berkapasitas 50 ribu penonton, sebuah stadion indoor berkapasitas 10 ribu penonton, dan sebuah masjid. Nanti kompleks tersebut juga direncanakan memiliki stadion atletik dan sirkuit.


Gelora Bung Tomo merupakan centerpiece (komponen utama) dari SSC. Stadion utama di SSC ini disiapkan sebagai stadion yang superkomplet. Bukan hanya menampung 50 ribu orang, stadion itu juga disiapkan memiliki standar fasilitas yang tinggi. Untuk penonton, disediakan tiga kelas. Ada standar, VIP, dan VVIP.


Saat ini akses jalan menuju SSC juga sedang digarap. Aku sendiri juga tak menyangka, lahan yang dulunya tambak dan rawa-rawa bisa disulap menjadi sebuah stadion yang megah. Saat masuk ke dalam Stadion aku sudah bisa merasakan kemegahannya, padahal belum 100% rampung, gimana kalau jadi nanti ya??


Jumat, 02 April 2010

Kala Hujan Turun

Awan mendung menutupi mentari..
Petir riang menari-nari..
Suara gemuruh turut bernyanyi..
Semua atas kehendak sang Illahi..

Kala hujan turun..
Bumi ini menjadi basah..
Bisa jadi bencana dan anugerah..
Mengakibatkan suram dan cerah..

Saat air hujan mengalir..
Petani tak susah mencari air..
Saat Illahi berkehendak..
Petir pun siap meledak..